Jangan Mencaci Pelaku Maksiat, Tapi Bencilah Kemaksiatannya
Sebaik-baik manusia adalah orang yang ikhlas, sebab mereka mensucikan Allah SWT dari apa yang telah disifatkan oleh mereka kepada-Nya. Orang yang ikhlas adalah mereka yang menyifati Allah dengan sifat yang benar. Dalam kitab Tafsir Al-Jalalain dijelaskan:
لَكِنْ عِبَادُ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ الَّذِينَ نَحْنُ مِنْ جُمْلَتِهِمْ بَرَاءٌ مِنْ ذَلِكَ الْوَصْفِ
Allah yang Ikhlas, yang kita adalah bagian darinya, mereka pasti menyifati Allah secara benar.
Itulah pedenya orang dulu. Mukhlashin itu orang yang bagaimana? Kita ini termasuk orang mukhlashin, yakni yang menyifati Allah sesuai yang diajarkan Allah dan Rasulullah. Pokoknya saya minta mengajilah kepada para ulama, sebab orang kalau tidak alim kadang keliru menyifati Allah.
Ada orang-orang saleh yang menyifati Allah begini, "Allah pasti menyiksa orang maksiat!" Kok bisa bilang pasti? Lha, wong kehendak Allah kok kamu yang memastikan?
Misalkan kamu jadi orang tua yang punya 3 anak, dan ada 1 yang nakal. Lalu ada tetanggamu yang bilang, "Pak, anakmu yang nakal harus kamu siksa!" Kira-kira kamu mau menyiksa atau tidak? Pasti kamu tidak mau. Karena walaupun anakmu nakal, kamu masih punya rasa kasih sayang. Dan Allah itu lebih kasihaan pada hamba-Nya daripada orang tua kepada anaknya. Ini sudah jelas ada haditsnya, shahih.
اللَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنَ الْوَالِدِ بِوَلَدِهِ
Sungguh Allah lebih sayang kepada para hamba-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.
Kalau kamu tidak mau memukul anakmu yang nakal, begitu juga kalau menghadapi orang yang fasik ( pelaku maksiat )
Lha wong tiap hari mengaji surat Ar-Rahman (Allah Dzat Yang Maha Penyayang), kok memaknai bahwa Allah pasti menyiksa, itu kan berarti memaknai Ar-Rahman dengan "Dzat yang Penyiksa". Pasti banyak orang yang komentar kalau memaknai Ar-Rahman dengan "Dzat yang penyiksa", daripada kamu maknai dengan "Dzat yang penyayang tapi menyiksa"?
Perlu diketahui, Allah itu pilihannya kebanyakan mengampuni. Makanya orang nakal kalau diingatkan, itu andaikan dia mau kembali kepada-Nya akan diampuni Allah. Jadi jangan pernah menyifati Allah sesuai keinginanmu.
Misalnya kamu punya anak yang sejak kecil menabung dan kerja keras, apa anakmu pasti kaya? Sedangkan anakmu yang malas, hanya tidur melulu, apa itu pasti jadi orang miskin? Semua belum bisa kamu pastikan.
Bisa saja Allah berkehendak sebaliknya. Anak yang kerja keras sering ditipu orang, walhasil jadi miskin. Sedang anak satunya yang tidur melulu, orang mengira dia dukun yang sering bertapa, walhasil jadi kaya. Dan tidak ada yang tahu kepastiannya.
Di Indonesia, contoh kasusnya banyak. Kamu yang serius dalam bekerja tidak kunjung kaya, tapi ada anak yang tiba-tiba dapat 'batu sakti' bisa jadi kaya mendadak.
Ada orang yang mengadu, "Gus, orang Indonesia sudah sesat, orang begitu kok jadi kaya itu bagaimana?"
Sesat apa tidaknya, saya tidak tahu, yang saya tahu kalau Allah menghendaki orang jadi kaya, ya gampang saja. Anak kecil itu terkenal setelah dapat 'batu sakti', sehingga ia menjadi kaya.
Allah tidak memikirkan sesuatu itu tidaknya, itu tidak penting, yang saya pikir adalah ayat-Nya. Betapa mudahnya Allah kalau menghendaki seseorang jadi kaya. Orang-orang pada datang sendiri dan memberi salam tempel, karena konon dengan 'batu sakti' tersebut sakitnya dapat sembuh.
Beda kalau kasus yang di Probolinggo itu kan menipu, itu harus dilawan karena secara syariat menipu. Kalau ini kan tidak. Orang-orang datang sendirike rumahnya, lalu meminta bantuan dengan sarana 'batu sakti', terus membayar sendiri. Lalu salahnya dimana? Salahkan yang bayar dong!
Cuma sebagai orang yang dekat dan percaya Allah, kalian semua tidak usah iri. Jadi Allah itu kalau mau memberi rezeki mudah saja. Kamu kerja sejak kecil sampai tua sampai beruban, kesusahan mencari uang dan tidak kaya. Ini tiba-tiba ada yang tersambar petir dan dapat 'batu sakti', langsung jadi kaya.
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ بِكُلِّ حَالٍ
“Ya Allah, bagi-Mu segala puji pada setiap keadaan.”
Jadi, itu aku anggap betapa mudahnya Allah menghendaki seseorang orang menjadi kaya. Seperti kalian sama saya ini, betapa mudah Allah kalau menggerakkan hidayah untuk mengaji.
Lha, wong zaman begini, kok ada yang bawa kitab Jalalain kesana-kemari. Kalau bukan atas kehendak-Nya, tak mungkin. Menurutmu, kalau kamu ngaji itu pasti akan jadi saleh, belum tentu, Allah yang menentukan.
Makanya saya menghormati kalian yang jauh-jauh datang kesini, menghormati orang yang dapat hidayah untuk ngaji. Zaman seperti ini yang serba canggih kok masih mau bawa kitab Jalalain, bolpoin, lalu menyimak ngaji. Sudah begitu terkadang masih tidak paham ngajinya. Tapi tidak mengapa, ibadah itu tidak harus paham, tapi kalau bisa paham itu lebih baik.
Jadi kalau menyifati Allah itu yang utuh, karena terhadap orang munafik saja, Allah mengazab (menyiksa) mereka jika Dia kehendaki. Bahkan bisa juga menerima taubat dan mengampuni mereka.
Makanya orang yang sangat alim seperti Mbah Maimoen Zubair, setahuku dengan orang fasik tidak ekstrim ( menghujat habis-habisan), karena bisa saja ia kelak akan bertaubat. Dengan kesalahannya, tentu kita harus ekstrim (tidak mentolelir), tidak akan menurui sifat tipu daya orang munafik, tapi untuk orangnya, bisa saja diberi taubat.
Ibarat maling, kita tentu tidak akan mendukung atau setuju orang untuk maling, tapi orang yang maling itu bisa saja taubat. Dan mungkin suatu saat mengembalikan apa yang pernah dicuri. Paham ya?
Kata para ulama terdahulu: Kalau kamu benci maksiat, lihatlah dari sisi perbuatan maksiat tersebut. Itu yang kita benci. Kita tidak perlu membenci orang yang fasik (pelaku maksiat), karena ia tetap punya peluang untuk taubat. Tapi yang kamu harus benci adalah perilaku maksiatnya.
Seperti saya melihat orang tidak shalat, saya marah, "Orang kok tidak mau sujud menyembah Allah?" Saya mungkin kesal, tapi tidak usah memvonis pasti ahli neraka, keadaan seperti itu mungkin tidak akan terjadi lamanya, bisa saja suatu saat ia mau shalat.
Terus ada yang bertanya, "Bagaimana cara mengelola antara marah dan suka, Gus?" Saya jawab, "Ngaji dulu, nanti juga bisa mengelola antara marah dan suka."
Seperti kamu dengan istrimu, biasanya sering bertengkar tapi kok malah anaknya banyak? Itu karena bisa mengelola, kapan bertengkar dan kapan bercengkrama. Kira kira seperti itu, agak susah menjelaskannya.
Berikut adalah ekstrak teks Arab dari bagian gambar yang Anda berikan:
فَإِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ أَنْتُمْ عَلَيْهِمْ بِعَلِيمٍ إِلَّا مَنْ هُوَ صَالِ الْجَحِيمِ
Maka sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah itu, tidak akan dapat menyecahkan seseorang terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka jahim. (QS. As-Shaffat: 161-163)
Orang-orang kafir dan berhala berhala sembahan mereka, sekali kali mereka tidak akan mendapatkan sembahan tersebut di akhirat. Bahkan berhala tersebut yang menyekutkan seseorang terhadap Allah, melainkan mereka termasuk orang-orang yang akan masuk neraka jahim yang menyala.
Jadi kamu tidak bisa menyetakan orang, kecuali orang yang dari awal sudah ditakdirkan jadi penduduk surga. Jadi kalau ada orang yang tersesat, maka oleh pihak lain hakikatnya pihak lain tidak memberi efek (kontribusi), karena dari awal memang dia sudah ditakdir jadi calon penduduk neraka.
Selanjutnya malaikat Jibril berkata kepada Nabi Muhammad SAW:
Berikut adalah ekstrak teks Arab dari QS. As-Shaffat ayat 164-166 yang terdapat pada gambar:
وَمَا مِنَّا إِلَّا لَهُ مَقَامٌ مَّعْلُومٌ وَإِنَّا لَنَحْنُ الصَّافُّونَ وَإِنَّا لَنَحْنُ الْمُسَبِّحُونَ
“Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu. Dan sesungguhnya kami selalu teratur dalam barisan (dalam melaksanakan perintah Allah). Dan sungguh, kami benar-benar terus bertasbih (kepada Allah).” (QS. As-Shaffat: 164-166)
Para malaikat itu senantiasa beribadah kepada Allah dan tidak melampaui tempat atau kedudukan malaikat yang lain, sebagaimana yang ditetapkan dan diperintahkan Allah. Mereka selalu selalu teratur dan disiplin dalam menjalankan semua yang diperintahkan oleh Allah, dan selalu bertasbih secara benar, yakni menyucikan Allah dari hal-hal yang tidak layak baginya.
Jadi, seperti saya ngaji ini, hakikatnya ya membaca tasbih, karena kita berkampanye, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak pantas. Dan ulama terdahulu juga selalu bertasbih, guna memastikan bahwa Allah itu tidak seperti makhluk-Nya.
Dalam ayat selanjutnya, Allah SWT berfirman:
وَإِن كَانُوا لَيَقُولُونَ لَوْ أَنَّ عِندَنَا ذِكْرًا مِنَ الْأَوَّلِينَ لَكُنَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ فَكَفَرُوا بِهِ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya mereka (orang kafir Makkah), benar-benar pernah berkata, “Kalau sekiranya di sisi kami ada sebuah kitab (kitab-kitab yang diturunkan) kepada orang-orang dahulu. Benar-benar kami akan jadi hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).” Tetapi mereka mengingkarinya (Al-Qur’an); maka kelak mereka akan mengetahui (akibat keingkarannya itu). (QS. As-Shaffat: 167-170)
Orang kafir Makkah sudah pernah berjanji katanya mau beriman, tapi pada akhirnya mereka mengingkari kitab yang diturunkan kepada mereka, yaitu Al-Qur’an kitab yang lebih mulia daripada kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Kelak mereka akan mengetahui akibat dari kekafiran dan keingkaran mereka itu.
وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعَبْدِنَا الْمُرْسَلِينَ
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul” (QS. As-Shaffat: 171)
Maksudnya, Allah telah berjanji akan memberi pertolongan kepada para hamba-Nya yang menjadi rasul. Kata Allah, Titahku pasti akan terjadi, Aku dan para Rasul pada akhirnya pasti menang. Janji tersebut sebagaimana yang diungkapkan pada ayat berikutnya:
اِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُوْرُوْنَۖ
“(Yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan.” (QS. As-Shaffat: 172)
Makanya, saya tidak pernah khawatir, kalau orang muslim beradu argumen dengan non-muslim, karena yang menang pasti hujjah (argumentasi) Islam. Jika dengan hujjah, orang mukmin tidak mendapat kemenangan atas orang kafir di dunia, maka akan mendapatkan kemenangan di akhirat.
Seperti dulu ketika kita mengusir Belanda, ada yang memang sampai menyaksikan kemerdekaan, dan ada yang terbunuh. Dan yang terbunuh itu pasti mendapatkan kemenangan di akhirat.
Dan terangkanlah kepada orang kafir apabila azab turun kepada mereka, maka kelak akan mengetahui akibat dari kekafiran.
Maka mereka mengatakan dengan nada yang mengejek, "Kapan turunnya azab itu?"
Lalu, Allah berfirman dan mengancam mereka yang mengatakan demikian, "Maka apakah mereka meminta supaya Kami disegerakan? Maka apabila siksaan itu turun di tengah-tengah mereka. Maka amat buruklah hari-hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu."
Disarikan dan dirangkum dari kajian dan ceramah Gus Baha ( Dino Turoichan )
Sumber : majalah Aula edisi September 2023