Walau Zaman Selalu Berubah, Kemuliaan Islam Pasti Terjaga

Dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW pernah mengadakan perjanjian dengan kaum kafir Quraisy, yaitu Sulhul Hudaibiyah. Semua isi perjanjian tersebut secara hukum fikih sangat salah. Sehingga semua sahabat protes, kecuali sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Cuma yang berani ngomong itu sahabat Umar bin Khatthab, tapi semua sahabat aslinya protes.

Singkat cerita Nabi Muhammad SAW sudah di Hudaibiyah. Jarak Hudaibiyah-Makkah itu sekitar 40 kilometer. Saya pernah lihat di masjid yang dipakai Sulhul Hudaibiyah, karena sekarang jadi salah satu miqat untuk umrah dan haji.

Bayangkan, di antara isi perjanjian nya adalah: Pertama, perwakilan dari kafir Quraisy yang bernama Suhail bin Amr, berkata: “Muhammad, kamu tidak boleh masuk Makkah, kamu boleh masuk Makkah tapi tahun depan.” Padahal Nabi SAW sudah bilang kepada para sahabatnya, “Ayo kita umrah, kita punya hak umrah.” Tapi setelah sekitar 40 kilometer mau masuk Makkah, dicegat oleh kafir Quraisy.

Padahal Nabi SAW terlanjur mentabsyir (memberi berita gembira), “Saya mimpi, kalian masuk Tanah Haram secara aman.” Semuanya sudah bercukur gundul, pokoknya, para sahabat senang sekali, karena mimpi Rasulullah itu biasanya benar.

Dalam perjanjian tersebut tertulis, “Ini perjanjian yang ditulis Muhammad Rasulullah.” Kata Suhail, “Hapus kata Muhammad Rasulullah! Kalau saya tahu kamu Rasul Allah, tidak akan saya perangi. Tulis Muhammad bin Abdillah.”

Lalu kata Rasulullah, “Ya Ali, hapus tulisan Muhammad Rasulullah.”

Kata Ali, “Tidak, saya tidak akan hapus tulisan Muhammad Rasulullah.”

Jawaban Nabi SAW unik, “Tak apa kamu hapus, meski kamu hapus, aku tetap Rasul Allah. Itu kan cuma tulisan.” Jadi Nabi Muhammad SAW rileks saja.

Tapi kata Ali, “Demi Allah, takkan saya hapus tulisan itu selamanya.”

Lalu kata Nabi, “Kalau kamu tak mau menghapusnya, tuntun tanganku, biar aku yang hapus.”

Lalu Ali menuntun tangan Nabi ke tulisan itu sehingga terhapus. Nabi rileks aja. “Wahai Ali, itu hanya tulisan, tanpa tulisan itu pun saya tetap Rasul Allah.”

Lalu isi perjanjian yang kedua, “Kalau ada orang kafir Quraisy masuk Islam, harus dikembalikan, karena berarti keluar dari habitat. Tapi kalau ada orang Islam jadi kafir, harus dibiarkan, karena berarti kembali ke habitat.” Kata Nabi, “Iya, tidak masalah.”

Jadi, semua perjanjian itu merugikan Islam, dan secara fikih pasti salah. Umar bin Khaththab protes keras sekali, “Ya Rasulullah, apakah engkau masih Nabi?” Nabi menjawab santai, “Iya saya masih Nabi.”

“Tapi kenapa kamu hinakan kita dan memberikan kehormatan pada orang kafir itu?” lanjut Umar. Jawaban Nabi lucu, “Agama ini milik Allah. Meski perjanjianmu begitu, nanti Allah yang akan mengangkat agama ini. Tenang saja!” kata Nabi.

Perjanjian dengan manusia itu gampang, jadi Nabi itu sangat kuat imannya, “Allah pasti akan memuliakan agama ini.”

Bagaimanapun perjanjian itu hanya dibuat oleh manusia.

Makanya guru saya, Mbah Maimoen, itu mengharamkan memikirkan Islam. Islam itu kalau kamu pikirkan itu haram. Sudah ada yang punya. Biarkan saja. Dunia mau rusak bagaimana pun. Islam tetap akan mulia. Tak usah dipikirkan. Sekalipun ada perjanjian di dunia yang menyalahi agama.

Bayangkan, Uni Soviet merupakan negara yang punya hegemoni yang sangat kuat. 100 tahun lebih menguasai dan mengkooptasi Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan dan lain-lain. Tapi apa bisa menghilangkan atau mengubah keimanan penduduknya? Buktinya Uni Soviet bubar; malah negara-negara itu menjadi negara Islam yang makmur. Indonesia juga pernah dikooptasi oleh PKI, bahkan dijajah Belanda yang berideologi Kristen selama 350 tahun. Tapi ternyata sekarang menjadi negara muslim terbesar di dunia.

Mbah Sholeh Darat itu menjadi orang yang alim pada zaman Belanda, bahkan sebelum mondok di Makkah. Pada zaman PKI juga banyak orang yang alim. Coba sekarang, zaman Islam Nusantara, apa ada orang yang sesalim mereka?

Jadi, Islam itu sudah ada dan mulia sejak belum dihargai dan diakui oleh negara, karena agama ini milik Allah. Punya ketahanan yang luar biasa. Makanya kata Nabi, “Tenang saja. Meski perjanjianmu salah, tidak masalah.”

Sesungguhnya Allah Ta’ala yang Maha Memuliakan agama ini

Pokoknya, Allah tidak akan membiarkan agamanya. Tidak masalah meski perjanjian nya salah (cacat) hukum.

Perjanjian yang ketiga juga begitu, semuanya merugikan Islam. Saat Nabi diprotes banyak sahabat, lalu mendatangi Abu Bakar, “Menurut kamu bagaimana?”

Abu Bakar menjawab, “Biarkan saja meski perjanjian nya salah. Kalau kamu mau menggerutu, silakan. Tapi kamu jangan masuk ke wilayah yang berhubungan antara Dzat Maha Kasih (Allah) dengan kekasih-Nya. Meski tidak masuk akal, sudah diam saja. Ya sudah, semua itu milik Allah.”

Inilah keutamaan Abu Bakar, makanya Ahlussunnah berkeyakinan bahwa sahabat paling utama adalah Sayyidina Abu Bakar.

Setelah isi perjanjian 1-3 yang dirasa merugikan umat Islam. Lalu untuk perjanjian keempat, Nabi SAW berkata kepada kafir Quraisy, “Poin 1 sampai 3 itu saya turuti, tapi saya hanya minta satu hal. Perbolehkan diskusi tentang Islam secara terbuka, jangan larang orang diskusikan Islam secara terbuka.” Hanya itu permintaan Nabi. Karena dengan diskusi terbuka ada berkah kebaikan.

“Oke, tidak masalah,” kata Suhail. Toh hanya diskusi, pikirnya. Mungkin baginya tidak masuk akal, hanya diskusi saja yang diminta. Isi perjanjian keempat itu pun tidak jelas menguntungkan Islam apa tidak.

Akhirnya apa yang terjadi? Muncullah Darun Nadwah (tempat-tempat pertemuan). Di tempat tersebut semuanya bebas diskusi dan berdebat, “Sebenarnya Muhammad itu siapa? Konsep Islam itu bagaimana?”

Dan ternyata semua orang yang cerdas berpaling mendukung dan membenarkan Muhammad. “Menyembah batu itu memang kebodohan, mecak batu kok beribadah?” Lalu bagaimana dengan Yahudi dan Nasrani? Yahudi juga tidak benar. Nasrani juga. Tuhan kok ada tiga? Mereka saling diskusi dan hasil akhirnya banyak sepakat, “Memang yang benar apa yang disampaikan Muhammad.”

Akhirnya karena banyak yang mengakui kebenaran Muhammad, mereka membatalkan perjanjian nya sendiri, berakhir adanya diskusi terobosan tersebut.

Saat Nabi SAW dan rombongan pulang ke Madinah, Umar juga masih sempat protes di jalan, “Oke ya Rasulullah, saya terima konsep Anda, tapi saya menyisakan satu pertanyaan. Bukankah engkau pernah menunjukkan surat ayat:

لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ

“Kalian pasti akan memasuki Masjidil Haram, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman.” (QS. Al-Fath: 27)

Tapi ternyata tidak jadi masuk Makkah, malah kita diusir kembali lagi ke Madinah?” Nabi lalu menjawab, “Ya Umar, di ayat itu tidak ada tahunnya. Kamu sendiri yang mengira itu terjadi tahun ini.” Kata Umar, “Benar ya Rasulullah, tidak ada tahunnya.”

"Ya sudah kalau tidak ada tahunnya. Pokoknya suatu saat pasti terjadi. Tapi bukan sekarang,” lanjut Nabi.

Akhirnya berakhir adanya diskusi yang masif di Madinah. Setiap orang yang cerdas, seperti Abu Sufyan dan lain-lain, hanya bisa komentar: “Sepertinya Muhammad tidak membodohi (mengada-ada) tentang Islam.”

Kalau Islam sudah didiskusikan, otak cerdas Ikrimah bin Abi Jahl pun pasti tidak bodoh (meragukan) Islam. Malsudnya, akal yang waras pasti memilih Islam. Akhirnya Islam menjadi masyid, dan para tokoh pun cenderung menerima Islam. Akhirnya perjanjian dibatalkan sendiri.

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

“Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah.” (QS An-Nashr: 2)

Itu artinya apa? Nabi menerima perjanjian yang salah secara fikih, dan secara dhahir salah (merugikan) pun tetap berkah, karena punya hubungan khusus dengan Allah.

Makanya Sayyid Ali bin Muhammad Al-Habsyi, pengarang Sinttud Durar, di antara doanya adalah:

وَاجْعَلْ سَيِّئَاتِي سَيِّئَاتٍ مِمَّنْ أَحْبَبْتَ

“Dan jadikanlah, kesalahan saya sebagaimana kesalahan orang yang Kau cintai.”

Para ulama ada yang mencontohkan begini. Nabi Adam dan Iblis itu sama-sama salah apa tidak? Iblis itu salah karena membohongi Nabi Adam. Nabi Adam juga salah karena sudah dilarang makan buah Khuldi tetap makan, hanya karena tergoda rayuan Iblis. Jadi sama-sama salah. Tapi bagaimana pun Allah cinta dan sayang pada Nabi Adam. Sesaat setelah diusir;

ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى

“Kemudian Tuhan nya memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk” (QS. Thaha: 122)

Adam belum keluar dari surga sudah diberi tahu, “Kamu ingin ampunin?” Adam menjawab, “Iya, Tuhanku.” Lalu ajarkan doanya. Sedangkan iblis tidak.

فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan nya, maka Allah menerima taubatnya.” (QS. Al-Baqarah: 37)

Sayyid Abu al-Hasan as-Syadzili di dalam doa dan munajatnya juga membuat ungkapan teramat indah,

وَاجْعَلْ سَيِّئَاتِنَا سَيِّئَاتِ مَنْ أَحْبَبْتَ، وَلَا تَجْعَلْ حَسَنَاتِنَا حَسَنَاتِ مَنْ أَبْغَضْتَ، فَالْإِحْسَانُ لَا يَنْفَعُ مَعَ الْبُغْضِ مِنْكَ، وَالْإِسَاءَةُ لَا تَضُرُّ مَعَ الْحُبِّ مِنْكَ

“Ya Allah, jadikan dosa kami sebagaimana dosa orang yang Engkau cintai. Jangan Engkau jadikan kebaikan kami di tempat kebaikannya orang yang Engkau murkai. Sebab, tak mungkin ada kebaikan yang dibarengi dengan murka-Mu. Dan tidak pula ada keburukan yang merugikan di saat ada cinta dari-Mu.”

Ini penting saya utarakan. Makanya, wilayah-wilayah kenabian itu wilayah yang kita tidak pernah tahu detailnya. Tapi kita harus yakin nabi itu para kekasih Allah.

Agama Islam itu agama yang paling didridhi Allah. Makud zaman apapun, sekecewa bagaimana pun dengan perjanjian yang berhubungan dengan negara, maupun dengan dunia, Islam tetap akan dijaga oleh Allah. Tak perlu khawatir. Memikirkan Islam itu salah, kalau berkhidmah boleh. Agama Allah kok kamu pikirkan.

Sayyidin Umar merupakan khalifah paling sukses dalam masalah futuhat (penaklukan). Makanya para sahabat yang lain menyarankan untuk melakukan sukses, untuk memilih siapa pemimpin yang layak setelahnya. Mereka mengibaratkan ada penggembala kambing, lalu kambing itu ditinggal begitu saja tanpa mengganti gembala pengganti. Maka itu dianggap dosa karena kambingnya mati kocar-kacir. Apalagi ini urusan umat. Kalau tahu-tahu mati sebelum ada sukses, umat ini pasti kacau.

Umar langsung marah, “Agama Islam ini tidak sama dengan kambing. Agama Islam ini agama nya Allah, pasti diurus oleh Allah. Aku tidak ingin menunjuk khalifah, tidak ingin sukses. Aku tidak ingin memikirkan. Semua nanti juga bakal diurus Allah.”

Jadi, Sayyidina Umar itu hormat pada Islam, tidak mau memikirkan Islam. Tidak memikirkan bukan berarti tidak khidmah. Tapi tetap fokus khidmah pada Islam.

Bagaimana Islam tidak hebat? Ditinggal Abu Bakar, tetap jalan. Ditinggal Umar, tetap jalan. Lalu diurus para Walisongo. Sekarang urusan Islam diurus modin atau KUA juga tetap jalan. Agama Islam akan tetap baik-baik saja, karena agama ini diurus Allah.

Saat jadi presiden, Donald Trump pernah menggaungkan Islamophobia, tapi ternyata sekarang banyak orang Amerika yang masuk Islam. Kalau Islam kamu yang konsep, malah rusak. Karena kamu hanya punya metodologi, dan semua metode itu masih kalah dengan kuasa Allah.

Seperti Islam di Indonesia ini dibawa oleh para pedagang dari Gujarat. Meskipun sejarah itu masih ada yang memperdebatkan. Karena mereka muslim akhirnya menyebarkan Islam, jadi semudah itu Allah mengatur penyebaran Islam.

Termasuk juga adanya konflik antara Ali dengan Muawiyah. Berkata adanya konflik banyak sahabat emigrasi. Ada yang ke Persia, India, Barus (Sumatera), Malaka bahkan sampai Cina. Sehingga kini Islam tersebar di seluruh penjuru dunia.

Disarikan dari kajian dan ceramah Gus Baha ( Dino Turoichan )

Sumber : majalah Aula edisi Oktober 2023