Nasrani dan Yahudi dalam Perspektif Al-Qur'an dan Islam

Istilah ahli kitab dalam Al-Qur'an itu yang dimaksud ialah Yahudi dan Nasrani. Tapi Yahudi dan Nasrani yang mana? Mereka disebut Ahli kitab karena mempercayai isi kitab-kitab yang diturunkan oleh Tuhan (Allah) kepada para nabi terdahulu, di antaranya kitab Zabur (Nabi Dawud AS), kitab Taurat (Nabi Musa AS), dan kitab Injil (Nabi Isa AS).

Zaman akhir itu sudah rumit, sebab Nasrani dulu itu masih banyak yang asli atau original, ada yang disebut Nasrani Ortodoks. Sekarang Nasrani itu identik dengan Katolik / Protestan yang trinitas (meyakini tiga Tuhan).

Yahudi zaman akhir itu identik dengan yang bertempat di negara Israel. Padahal dulu Yahudi itu tidak seperti itu. Dulu yang disebut Yahudi itu komunitas yang punya keyakinan tertentu. Sehingga mereka bisa bertempat di Madinah, Palestina, Mesir dan di mana-mana. Kalau sekarang, Yahudi itu dianggap yang ada di negara Israel. Makanya kita itu kadang menjadi bingung, karena bahasannya berubah total.

Lafadz Nashara berasal dari bahasa Arab. Namun ada juga yang mengatakan dari kata Nazareth. Tersusun dari huruf Nun, Shad dan Ra yang artinya menolong.

Kaum Hawariyyun ialah golongan Bani Israil yang setia dan para pengikut setia (sahabat) Yesus dan mengikuti segala petunjuk yang diturunkan oleh Tuhan (Allah) kepadanya. Merekalah orang yang selalu membantu dan menolong Nabi Isa AS untuk mensyiarkan agama tauhid (menge-sakan Allah). Dalam Al-Qur’an disebutkan:

فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ ٱلْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ قَالَ ٱلْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyun (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri. (QS. Ali Imran: 52)

Kaum Hawariyyun inilah yang pertama kali disebut sebagai Nashara atau Nasrani. Orang Nashara ini dipuji oleh Allah karena menolong Nabi Isa, tapi mereka itu beraga-ma tauhid (mengesakan Allah), itu Nasrani ya, bukan Kristen (Katolik/Protestan). Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an:

وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Dan pasti kamu akan dapati orang yang paling dekat persahabatannya dengan kaum yang beriman, ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang Nasrani.” Yang demikian itu karena di antara mereka terdapat para pendeta dan rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. (QS. Al-Maidah: 82)

Orang Nasrani lalu dipuji oleh Allah dengan firman-Nya:

وَإِذَا سَمِعُوا۟ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا۟ مِنَ ٱلْحَقِّ ۖ يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَٱكْتُبْنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ

Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan airmata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata, “Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad).” (QS. Al-Maidah: 83)

Orang Nasrani ini itu orang baik, sebaik-baik orang adalah mereka. Sebab jika dibacakan kebenaran mereka akan menangis, karena mereka telah membaca tentang tanda-tanda akan adanya nabi akhir zaman yang bernama Ahmad atau Muhammad dalam kitab suci Injil yang masih asli (original). Jadi Nashara atau Nasrani itu berasal dari para pengamat Ansharullah (para penolong Allah).

Di antara orang Nasrani pada zaman Nabi SAW seperti Rahib Bukhaira, Waraqah bin Naufal, dan Ka’ab al-Akhbar. Lalu ada Abdullah bin Salam, Salman al-Farisi, dan ada juga Raja Najasyi. Mereka semua Nasrani yang bertauhid (mengesakan Tuhan) dan tidak pernah menjadi trinitas (mengakui adanya tiga Tuhan).

Kalau sekarang ada orang liberal yang memuji Nasrani Kristen dengan memakai ayat tersebut, berarti sesat (gila, salah kaprah). Hal ini perlu saya jelaskan agar kalian paham.

Jadi orang alim itu susah. Tidak bisa sesuatu yang sulit itu normal, berarti orang bodoh itu normal. Tapi ya jangan terlalu bodoh juga. Kalau tidak paham tanyakan lagi pada ahlinya.

Jadi, Nasrani yang pertama ini yang tidak pernah berakidah trinitas, tidak pernah mengatakan adanya tiga Tuhan, 1 Tuhan bapak, Ibu dan anak. Termasuk Raja Najasyi yang melindungi para sahabat ketika hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia). Mereka tak pernah mengatakan Nabi Isa itu putra Allah ataupun Tuhan. Bahkan ketika ditanya Nabi Isa itu siapa, mereka menjawab: “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” Tapi tetap mereka disebut Nashrani. Berarti Nasrani ini bisa diartikan sebagai Kristen atau tidak? Tidak.

Lalu kemudian ada Nasrani yang jelas kafir karena tidak lagi bertauhid adanya, berubah menjadi trinitas, mengakui adanya tiga Tuhan. Nasrani trinitas muncul setelah adanya proses penyaliban pada orang yang diserupakan Nabi Isa AS, setelah sebelum-nya Nabi Isa diangkat oleh Allah ke langit.

لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا۟ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih. (QS. Al-Maidah: 73)

Lalu, ada lagi Nasrani yang wahdatul wujud, seperti dalam ayat berikut:

لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa mempersekutu-kan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu. (QS. Al-Maidah: 72)

Jadi itu sudah bukan Nasrani, itu sudah pecah menjadi tiga, yaitu Nasrani Orisinil, Nasrani Trinitas, dan Nasrani Wahdatul Wujud yang meyakini bahwa Allah itu menyatu dengan jiwa Yesus (Isa). Nah, Nasrani yang sekarang menjadi mayoritas itu yang mana? Nasrani trinitas.

Jadi mengaji itu memang sulit, karena tadi, adanya perubahan makna bahasa. Makanya itu kalau ketemu misalnya, Dulu santri-santri Sarang, Larboyo, Ploso itu bangga dengan Pondok Salaf, kalau ditambahi "i" menjadi Salafi. Pondok Salaf bahasanya arabnya Al-Ma'hadus Salafi. Istilah Salafi yang ada di kota-kota sekarang itu berbeda dengan yang di pondok. Bahkan bisa jadi musuh (beda kebenaran).

Jadi kita kadang bingung dengan dengan perkembangan bahasa. Misalkan, Salaf ditambahi huruf "i" jadi Salafi, itu kan nisbat dalam ilmu nahwu/sharaf. Kalau nisbatnya Salafi, orangnya Pondok Salaf. Kalau anak-anak pondok pakai istilah Salafi saja titik, sebab kalau diberi tambahan "i" jadi masalah, sebab maknanya bisa berbeda.

Itulah repotnya bahasa, saya itu punya koleksi kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Beliau kalau bilang al-makruh itu haram. Jadi ketika Imam Syafi’i bilang, “Hukumnya makruh.” Jadi kalau zina dan minum-minum keras, karena makna dari makruh itu dibenci.

Tapi lama-kelamaan tidak tahan. Setelah Imam Syafi’i meninggal, 300 tahun, makruh itu disebut larangan di bawah haram. Mencuri dan zina hukumnya haram. Tapi kalau rokok makruh, padahal makna makruh itu artinya dibenci. Padahal Al-Qur'an masih pakai bahasa seperti Imam Syafi’i, karena beliau tentu meniru bahasa Al-Qur'an tadi.

وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِى قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ ٱلْكُفْرَ وَٱلْفُسُوقَ وَٱلْعِصْيَانَ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ

Tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (QS. Al-Hujurat: 7)

Jadi kalau itu dulu hukumnya makruh, berarti sama haram. Wah kalau itu diterapkan zaman sekarang bisa dibilang PKI, lya tidak? Jadi bahasa itu selalu mengalami perubahan makna.

Dulu, yang dimaksudkan santri itu, pasti orangnya khusyuk dan suka diam. Kalau sekarang ada santri gaul, santri rock n roll. Di pondok juga begitu. Dulu yang disebut santri itu orang yang ingin mengaji dan jadi alim, tapi kalau sekarang tidak. Setiap yang berada di pondok disebut santri walaupun perilakunya entah gimana dan ngajinya bisa atau tidak. Pokoknya kalau berada di pondok namanya santri, jadi begitulah bahasa.

Nah, jadi dari Nasrani juga mengalami begitu. Dulu kalau disebut Nasrani itu keren. Ada Nasrani Najran, Rahib Bukhaira itu pendeta Nasrani yang pertama kali tahu bahwa Muhammad itu akan menjadi nabi, beliau tahu itu dari tanda-tanda seorang calon nabi padahal masih usia 9 tahun adalah seorang pendeta Nasrani.

Rahib itu tidak masalah karena dulu Nasrani itu bukan yang trinitas. Karena dia mengetahui tanda-tanda kenabian Muhammad dari kitab yang masih asli (original) belum ada perubahan, penambahan atau pengurangan. Kalau sekarang tidak, setiap bilang Nasrani pasti Protestan atau Katolik. Ini adalah perubahan makna bahasa.

Lalu, orang-orang yang liberal secara asal-asalan mengatakan, Nasrani yang dipuji Allah dikira sama dengan Nasrani yang sekarang, jadi orang-orang liberal mengira setiap agama itu sama, karena ada ayat:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)

Mereka tidak berpikir, Yahudi dan Nasrani yang mana? Dan di era apa? Dulu yang dikatakan Nasrani itu belum tentu berkeyakinan trinitas. Contohnya seperti pendeta Bukhaira. Dia mengakui kerasulan Muhammad, padahal dia itu pendeta Nasrani. Tapi kalau Nasrani sekarang itu beda sekali dan pasti yakin trinitas.

Makanya, kalau jangan pernah mengartikan Al-Qur'an tanpa lewat ulama yang ahli qur’an. Karena Yahudi dan Nasrani yang dibicarakan Al-Qur’an ketika dulu itu bukan yang meyakini trinitas. Kalau itu ahli kitab yang mukhalis (murni), makanya kitab Fathul Muin dibahas, boleh menikah dengan Nasrani yang mukhalis (murni). Memangnya sekarang masih ada ? Allahu a'lam (Hanya Allah yang Maha Tahu).

Pokoknya saya minta agar kalian bertaubat. Saya itu tidak bosan untuk bercerita. Bani itu maknanya \ibnun atau banun, kalau dibuat jamak itu menjadi Bani. Berarti Bani Israil itu keturunan Israil (Nabi Ya'qub) yang namanya keturunan itu bisa bertempat di Arab, Eropa atau Amerika.

Rasulullah itu belum pernah ke Palestina yang nyata. Beliau pernah ke sana itu karena Mi’raj. Tapi, Nabi itu berdebat dengan Bani Israil yang tinggal di Madinah yang dari keturunan Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Kita umat manusia itu disebut Bani Adam, karena merupakan keturunan dari Nabi Adam dan Ibu Hawa.

Disarikan dari kajian Gus Baha (Dho Turoichan)

Sumber : majalah Aula edisi Desember 2023