Logika Ilmiah Al-Qur'an yang Diingkari Orang Kafir

Mengenai akan adanya hari kebangkitan dan perhitungan (hisab) amal baik dan buruk manusia, dalam surat An-Naml, Allah SWT telah berfirman :


وَيَوْمَ نَحْشُرُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ فَوْجًا مِمَّنْ يُكَذِّبُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ يُوزَعُونَ

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan segolongan orang dari setiap umat, yaitu mereka yang mendusta-kan ayat-ayat Kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok). (QS. An-Naml: 83).

Orang-orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah akan dikumpulkan dan dibagi dalam beberapa kelompok yang berbaris dari belakang hingga depan, yang depan disuruh menunggu sampai yang datang belakangan tiba di depan. Kemudian mereka digiring menuju neraka, hingga mereka datang di lokasi hisab (tempat penghitungan amal).

حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوا قَالَ أَكَذَّبْتُمْ بِآيَاتِي وَلَمْ تُحِيطُوا بِهَا عِلْمًا أَمَّاذَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Sehingga, apabila mereka datang, Dia (Allah) berfirman, "Mengapa kamu mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal kamu tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang itu atau (jika tidak mendustakannya), apa yang selalu kamu lakukan?" (QS. An-Naml: 84)

Dalam lafaz ammaza tersebut, ada min yang diidgamkan kepada nun istifham, dan aza adalah isim mausul. Maksudnya, "Apakah yang telah kamu kerjakan, tentang apa pun yang telah Aku perintahkan kepadamu?"

وَوَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ بِمَا ظَلَمُوا فَهُمْ لَا يَنْطِقُونَ

Berlakulah perkataan (keputusan azab) atas mereka karena kezalimannya sehingga mereka tidak dapat berkata (untuk membela diri). (QS. An-Naml: 85)

Setelah itu berlakulah perkataan (janji azab Allah) atas mereka, karena kezaliman (kemusyrikan) yang telah mereka lakukan di dunia, maka mereka tidak dapat berkata karena tidak ada hujah (alasan) bagi mereka.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Kami telah menciptakan malam agar mereka beristirahat padanya dan (menciptakan) siang yang terang-benderang? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum beriman. (QS. An-Naml: 86)

Selama di dunia, mereka (orang kafir) tidak memperhatikan bahwa Allah telah menjadikan malam agar bisa beristirahat bagi mereka, sebagaimana orang selain mereka. Maksudnya, orang kafir pun punya hak istirahat dari berbuat kemusyrikan di malam hari. Dan Allah telah menjadikan siang dan meneranginya dengan cahaya matahari, sehingga mereka bisa beraktivitas yang baik maupun buruk.

Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. Di sini, hanya orang-orang yang beriman yang disebut, karena hanya mereka yang memanfaatkan tanda-tanda itu untuk beriman, berbeda dengan orang-orang kafir yang menyia-nyiakan waktunya untuk berbuat kemusyrikan.

وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

(Ingatlah) pada hari (ketika) sangkakala ditiup sehingga terkejutlah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi, kecuali yang Allah kehendaki. Semua-nya datang menghadap-Nya dengan meren-dahkan diri. (QS. An-Naml: 87)

Perlu saya jelaskan, bahwa ketika kelak di padang mahsyar, orang-orang kafir itu akan digiring menuju pengadilan Allah. Lalu Allah bertanya:


أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. Al-Mukminun: 115)

Bahkan ada orang kafir lebih ekstrem lagi menanggapi sabda Nabi tersebut. Ada tulang belulang yang sudah membiru (lapuk) sekali, lalu diremas-remas hingga hancur, lalu ditiup oleh angin, kemudian kepada Nabi, sambil berkata: "Muhammad, masa kayak gini nanti bisa bangun lagi?"

Baginda Nabi hanya diam saja, menghadapi orang gila (kurang waras). Sebaiknya diam saja, lama-lama mereka lebih ekstrem lagi.

فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ يَنْظُرُونَ

Maka dengan sekali tiupan saja, tiba-tiba mereka melihatnya. (QS. As-Saffat: 19)

Maka Kanjeng Nabi diam, karena kamu itu orang kurang waras. Kalau benar-benar waras, kamu pasti sudah mati. Orang sudah mati kok bisa tanya, apa nanti saya bisa bangun lagi? Kamu kan orang sudah mati?

Berarti ada tiga hujah atau logika yang dibangun orang kafir. Pertama, masa barang yang sudah hancur lebur bisa bangkit (hidup) lagi? Kedua, buktikan bahwa yang sudah mati itu bisa bangun lagi. Kamu, Muhammad, harus bisa membuktikan!

Teori ini akan kelihatan salah, kalau kamu punya ilmunya Allah, bukan ilmu tentang urusan pajak atau cari uang. Itu namanya ilmu orang yang ingin mapan, tapi bukan ilmu Allah. Begini logikanya, kita sebagai mukmin harus saleh, alim, juga waras. Kamu harus yakin kalau kamu alim. Pokoknya yakin, tidak perlu ada buktinya. Pokoknya kamu harus yakin.

Sebab, meyakini 'Laa ilaha illallah' itu syaratnya harus alim.

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ

"Maka ketahuilah (yakinlah), bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah."

Kamu harus tahu dan yakin, sebab nanti semua itu akan diuji di hadapan Allah. Sekarang kamu saya ajari logika yang pasti diridhai Allah.


Manusia ketika wujud, itu sebagai objek atau subjek? Ketika mobil itu dibuat oleh orang Jepang, itu sebagai objek apa subjek? Jawabannya, manusia dan mobil adalah objek yang diciptakan oleh subjek. Jadi semestinya, objek itu tidak pernah bisa jadi ukuran untuk mengukur kekuatan super dari subjek.

Jadi misalkan ada mobil sudah hancur, lalu kamu bilang, 'Wah, mobil sudah hancur kayak gini, gak mungkin bisa kembali lagi." Tentu pikiran kamu itu benar, jika lanjutannya, "mobil ini gak bisa kembali sendiri", karena dia objek.

Tapi kamu salah kalau mengatakan, "Mobil ini sudah hancur lebur, maka yang bikin pun tidak akan bisa menata lagi," itu komentar gila namanya.

Jadi objek itu tidak bisa dipakai untuk mengukur subjek. Manusia itu awal wujudnya itu sebagai objek, nanti akan wujud (bangkit) lagi juga sebagai objek.

Kalau anda bilang, "Objek (manusia) ini sudah hancur lebur, maka tidak bisa hidup kembali dengan sendirinya," mungkin bisa dibenarkan. Tapi kalau kamu mengambil kesimpulan bahwa yang bikin manusia pun tidak bisa mengembalikan, itu komentar gila namanya. Masak ya gak waras. Masak yang bikin gak bisa mengembalikan?

Dengan kamu menyifati yang membuat (pencipta), berarti orang yang hebat. Sebab bisa membuat mobil atau pesawat. Kalau bisa membuat, tentu bisa mendaur ulang juga. Lebih hebat lagi yang bisa menciptakan manusia, hingga ada yang berotot super hingga bisa membuat mobil dan pesawat. Sudah pasti pencipta manusia itu Dzat yang sangat hebat sekali.

Manusia bisa dibuat sedetail itu, bisa menyembunyikan aset yang bernilai miliaran, dengan organ tubuh yang begitu kompleks dan rumit. Kemudian manusia mau hancur lebur, dan tidak waras jika ada orang kafir berkata, "Yang bikin manusia pun, tidak bisa mengembalikan."

Orang yang waras akan bertanya, "Yang bikin manusia itu punya reputasi apa ya? Kok bisa menciptakan mulai dari yang kecil (setetes mani) lalu perlahan menjadi besar, punya mata yang hanya begitu tapi bisa melihat, dan lain-lain." Paham maksud saya? Gampang kan cara berpikirnya?

Bagaimana mungkin objek bisa menjadi tolok ukur atau rujukan hukum. Objek itu tidak bisa jadi rujukan hukum, yang jadi rujukan hukum tentu subjek yang menciptakan. Misalkan saja HP ini saya letakkan di meja, lalu kamu bilang, “HP ini tidak bisa jalan sampai di bawah meja.” Memang benar, tapi pasti salah kalau kamu bilang, “Yang menaruh HP di atas meja tidak bisa menaruh di bawah meja.”

Makanya kita sebagai mukmin, supaya imannya benar dan diridhai Allah, disuruh berhati-hati menyifati Allah dengan Asmaul Husna. Kamu jangan menyifati Allah seperti objek (makhluk). Kalau kamu terlalu punya banyak dalil, jangan-jangan kamu akan kita bilang sesat.

Kalau Asmaul Husna jangan cuma teriak-teriak gak jelas saja, tapi juga perlu memahami arti dan makna, serta meyakininya.

وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ

Dan Dialah Allah, Dzat yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan.

Kamu tidak usah mikir bagaimana caranya? Pokoknya Allah itu yang menghidupkan, lalu mematikan, dan kelak akan menghidupkan kembali pada hari kebangkitan.

Zaman sekarang kita hidup pun tidak pernah tahu. Kenapa sekarang masih hidup, saya pun tidak tahu, kamu pun tidak tahu. Coba kamu tanya-tanya, “kenapa sekarang kamu hidup?” Kamu tidak punya nyawa. Kenapa ada nyawa? Lalu, nyawa itu dimana? Sekarang sedang apa nyawa itu? Bentuknya kayak apa? Kamu tidak tahu. Padahal, kamu tahu hidup. Dokter saja yang mempelajari semua organ tubuh manusia, tidak tahu seperti apa bentuk nyawa tersebut.

Ya sudahlah, kita yang wajib meneliti dan meyakini Allah yang menghidupkan, caranya bagaimana? Entahlah saya tidak tahu.

Zaman saya wujud, tidak tahu. Zaman saya hidup pun tidak tahu. Tahu-tahu ada. Tahu-tahu punya banyak masalah. Ya sudah begitu saja, nanti tahu-tahu mati. Ya sudah mati, objek itu terserah subjeknya nanti mau dibikin apa.

Jika Allah berminat menjadikan kalian api neraka, maka akan dimasukkan ke neraka. Jika Allah ingin kalian di surga, maka dimasukkan ke surga. Kita tidak tahu hingga kita ikut. Ikut tubuh, kita hanya mengikuti kehendak Allah sebagai subjek (pencipta).

Jadi, orang kafir itu lucu, mereka membuktikan dengan mengatakan kalau Muhammad bisa membangkitkan orang dari kubur; "Muhammad, kalau teori kamu betul, orang bisa mati dan hidup kembali, coba yang sudah mati kamu bangkitkan!"

Pertanyaannya adalah Muhammad itu sebagai objek atau subjek?

Karena Muhammad dianggap tidak mampu, mereka simpulkan, “Muhammad, nyatanya kamu tidak bisa membangkitkan orang mati, berarti kamu bohong.” Padahal mereka yang bohong dan bodoh. Mereka memakai ukuran kelemahan, dengan tolok ukur yang mereka ciptakan sendiri.

Masalahnya yang punya tolok ukur itu kan mereka sendiri. Mereka punya tolok ukur, bahwa yang sudah mati hancur, dibangunkan bentuknya sama betul bisa bangun atau tidak? Mereka punya teori itu, kemudian Nabi Muhammad yang jadi korban dan disuruh praktik untuk menghidupkan orang mati.

“Muhammad, kalau benar orang mati itu bisa hidup lagi, sekarang coba hidupkan orang mati.” Lho, yang punya keinginan membangkitkan itu mereka, kok Baginda Nabi yang disuruh? Mestinya, kalau mereka ingin bangunkan sendiri, kok malah menyuruh Nabi.

Nah, ukuran-ukuran tersebut dinamakan qiyas (rekayasa) orang kafir. “Kalau benar orang bisa hidup lagi, buktikan. Orang yang sudah mati kamu hidupkan!”

Nabi Muhammad pun tidak mau menuruti. Kata Nabi, “Kalau mau, bangunkan sendiri nanti kita tanya sama-sama. Yang punya keinginan kan kamu?”

Bodohnya orang kafir adalah menjadikan objek sebagai rujukan tentang kebenaran akan adanya hari kebangkitan kelak.

Kan bodoh kalau ada orang mengatakan, “Yang bisa bikin langit hancur, yang bisa bikin manusia, pasti tidak akan bisa mengembalikan lagi setelah kehancurannya pada hari kiamat kelak.”

Makanya, cara berpikir Qur'ani itu rasional sekali dan bisa diterima oleh akal sehat, tidak perlu berlogika seperti itu. Jadi objek (makhluk) itu tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai kekuatan super yang dimiliki subjek (Khaliq) yaitu Allah SWT. Wallahu a’lam bis-shawab.*

Disarikan dari Kajian dan ceramah Gus Baha, (Dino Turcahyo)

Sumber : majalah Aula edisi Agustus 2024