Di Balik Suksesi Dakwah Nabi dan Wali Songo

Allah itu menciptakan dunia hingga seperti ini di semua sudah ada skenarionya dan tercatat di lauhul mahfudz. Sehingga kamu jangan sampai membenci mubaligh. Yang menampakkan syiar Islam hingga semakin ramai itu mubaligh. Tapi jangan mencari standar mutu seorang mubaligh, nanti akan kecewa. Mubaligh kok disuruh cari tahu tafsirnya dan nasab. Lalu kamu suruh tahu kitab secara tahqiq dan pakai referensi.

Jadi semua yang terjadi itu sudah ada skenarionya, ini perkataan para ulama. Mukjizat itu hanya selipan, cerdas juga selipan saja. Karena Allah ingin memberi-kan selapan-selapan bahwa semua itu dalam kekuasaan-Nya. Begitulah sunnatullah, Tuhan tidak bisa diatur.

Kalian saya ceritakan, Fathu Makkah (penaklukan Kota Makkah) itu bisa berjalan lancar ada sisi ilmiahnya, yaitu karena Ummu Habibah (Ramlah binti Abu Sufyan) diperistri oleh Nabi, dan Nabi tidak pernah memberi nafkah pada perempuan sebanyak maharnya pada Ummu Habibah. Karena itulah Abu Sufyan sampai mengatakan bahwa sebaik-baiknya lelaki itu Muhammad. Karena memberi mahar yang jika diuangkan dengan kurs sekarang mungkin sekitar Rp 600 juta.

Jadi Abu Sufyan itu bangga karena merasa dihargai, ditambah lagi menjadikan Muawiyah (putranya) sebagai sekretaris saat Abu Sufyan itu sudah mulai agak tidak bersemangat.

Kalau kalian tahunya hanya mukjizat saja. Ilmiahnya seperti apa itu dijaga. Kenapa para kiai itu ada yang suka mem-bahas mukjizat? Karena suka yang meni-ru, suka hal itu sambil mengelabui seolah dirinya juga begitu. Padahal semua itu juga ada ilmiahnya. Jadi, dibalik mukjizat ada ilmiahnya dan dibalik ilmiah juga ada mukjizat.

Makanya Nabi itu meski sangat pandai karena beliau memang al-Musthafa (Nabi pilihan). Tapi Nabi tetap diajari oleh panan-panan beliau dalam hal itu. Nabi diajari oleh Sayyid Abbas, beliau paman Nabi yang sudah sepuh dan sangat berpe-ngalaman. Kata Sayyid Abbas, "Ya Rasulul-lah, Abu Sufyan itu sangat angkuh, jika tidak benar-benar kalah, maka dia tidak akan mengikuti."

"Lalu bagaimana?" tanya Nabi. "Pasu-kan Anda buat jadi beberapa peleton lalu lewatkan di hadapannya," jawab paman Nabi.

Awalnya Abu Sufyan merasa bahwa pasukan dia masih bisa mengimbangi. Tapi setelah melihat beberapa peleton pasukan muslim yang lewat di hadapan-nya tak kunjung habis, misalkan dia punya lima peleton maka Nabi punya enam sampai tujuh peleton. Akhirnya Abu Suf-yan pun memilih untuk berdamai dengan umat Islam. Jadi kalau istilah sekarang disebut psywar (peperangan psikologis) atau perang urat saraf, yang membuat Abu Sufyan benar-benar ciut nyali.

Jadi, Abu Sufyan itu sudah diajak besanan (dengan Nabi menikahi putrinya) dan secara matematis juga sudah tidak mungkin menentang Islam lagi. Tapi tidak hanya sampai di situ, Nabi juga masih diberi masukan oleh Sayyid Abbas. "Sudah begini saja, Abu Sufyan itu sekarang sudah kalah, tapi dia tidak akan mau mengaku (masuk) Islam. Tari-pang macam dia tidak akan mau mengakui, berilah dia kehormatan."

"Bagaimana caranya?" tanya Nabi. "Katakan dalam perjanjian, bahwa siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka dia akan aman."

Akhirnya, Abu Sufyan pun merasa senang. "Muhammad itu memang pandai, karena sangat menghargai ya." Jadi semua itu juga ada ilmunya.

Maka kalian tidak usah dengki ketika ada MC menyebut seorang mubaligh dengan sebutan Shahibul Fadhilah walau ia tidak pandai keutamaan dan kerumitan tinggi. Sebab agama berjalan lewat para mubaligh yang kadang-kadang hanya suka dipuji. Tidak usah kamu pertanyakan, "Emang di mana fadhilah dan sa’adah-nya?”

Pokoknya dalam agama, meski ada hafizh (hafal Al-Qur'an) yang tidak lancar pun tetap dipanggil al-hafizh. Bayarannya juga sama. Begitulah agama. Jadi itu yang disebut:

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا

"Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah." (QS. An-Nashr: 2)

Kemudian dikatakan oleh para ulama bahwa tidak ada peristiwa yang tidak ada sisi ilmiahnya. Semua itu ketentuan Tuhan, tapi tetap ada unsur mukjizat. Agama butuh faktor X tapi tetap ada faktor normalnya.

Jadi, andai perang Khandaq (Ahzab) tidak ada peristiwa Nu’aim bin Mas’ud yang menyatakan memeluk Islam serta tetap menyembunyikan keimanannya, maka akan jadi rumit. Karena musuh masih solid. Kaum muslim dikepung selama 26 hari, bahan makanan Nabi bisa bertahan sampai kapan? Apalagi sudah terdengar kelaparan sampai dirawat oleh Jabir. Semua sudah habis. Andai tidak mati karena perang, maka akan mati kelaparan. Sudah begitu masih disusupi orang munafik yang memprovokasi:

إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارًا

"Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga), padahal rumah-rumah itu tidak terbuka, mereka hanya mau melarikan dari (peperangan)." (QS. Al-Ahzab: 13)

Tapi berkah hidayah Allah pada Nu’aim bin Mas’ud yang masuk Islam dan tetap menyembunyikan keimanannya, ia ber-hasil memecah belah persekutuan antara kaum kafir Quraisy dan kaum Yahudi, sehingga musuh-musuh Islam tersebut menjadi tidak solid dan saling mencurigai.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا

"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu, ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya." (QS. Al-Ahzab: 9)

Esok paginya, orang-orang Quraisy memutuskan untuk menghentikan blokade Madinah dan memutuskan mengakhiri peperangan dan kembali ke Makkah. Hadirnya Nu'aim dan datangnya angin kencang membuat kocar-kacir barisan musuh.

Kiai Manshur pernah cerita tentang Nabi Musa yang juga pernah diuntungkan oleh orang yang menyembunyikan keima-nannya, sebagaimana Nabi Muhammad juga diuntungkan oleh orang yang menyembunyikan keimanannya, yaitu Nu'aim bin Mas'ud.

Nu'aim mendatangi kaum Yahudi dan mengatakan bahwa orang Quraisy tidak berniat kerja sama dengan mereka, jika kalah mereka akan meninggalkan Yahudi di Madinah melawan Muhammad dan kaum muslimin. Sedangkan pada kaum Quraisy dikatakan bahwa orang Yahudi tidak berniat bekerja sama dengan mereka. Nu'aim sukses membuat retak persekutuan musuh-musuh Islam.

Makanya orang itu harus dekat dengan Tuhan. Jika tidak mau dekat Tuhan, maka habis sudah. Hidupmu akan rumit. Jika tidak dekat dengan Tuhan, maka akan tuntas. Allah SWT berfirman:

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

Mereka (orang munafik) tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau dibalik tembok. Permusuhan antar sesama mereka sangat hebat. Kamu mengira bahwa mereka itu bersatu, padahal hati mereka terpecah belah. Hal itu disebabkan mereka kaum yang tidak berakal." (QS. Al-Hasyr: 14)

Pada Perang Badar kaum muslimin memperoleh kemenangan setelah 70 orang kafir mati terbunuh. Dulu kan tidak ada bom nuklir dan bom pemusnah massal. Namun, pada Perang Uhud itu umat Islam dikalahkan oleh Allah. Sebab 70 orang muslim gugur sebagai syuhada'.

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ

"Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada." (QS. Ali Imran: 140)

Jadi, oleh Tuhan dijadikan barter. Tuhan itu adil. Dulu kalian menang perang Badar setelah menewaskan 70 orang kafir, sekarang saya ambil 70 syuhada' dari perang Uhud. Misalkan Nabi punya pasu-kan 1000, jika hilang 70 maka sisa 930.

Jadi skenario Tuhan itu bermacam-macam, ada menantu direstui, juga ada kehendak Tuhan. Ketika punya adik ipar perempuan dia dinikahi lelaki yang lebih mulia darimu, maka kamu akan tergusur (tidak disayangi mertua).

Seperti kami jadi kiai itu karena tidak ada yang lebih alim di atasnya. Makanya saya ini disuruh mengaji di Bojonegoro agar haram, fasih di Toko Toha. Bukan mahjub-mahjuban, tapi mahjub hirman. Hahaha.

Jadi begitulah skenario Tuhan. Orang juga sering hanya menceritakan Fir'aun kalah hanya karena tongkat Nabi Musa. Itu memang fakta, tapi skenario begitu, itu memang fakta tapi ada juga jasa ilmiah, yaitu laki-laki yang menyembunyikan keimanan, itu juga ada dalam Al-Qur'an. Jadi kalian harus mengaji Al-Qur'an agar betul-betul tahu Al-Qur'an.

Allah menceritakan mukjizat fisik seperti tongkat Nabi Musa. Tapi Allah juga cerita laki-laki yang menyembunyikan keimanannya. Nabi Musa sampai bisa lari itu ya berkah orang yang menyembunyi-kan keimanan, dia yang ikut rapat tentang rencana pencidukan dan pembunuhan Nabi Musa.

وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَىٰ قَالَ يَا مُوسَىٰ إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ

"Seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, "Wahai Musa, sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu. Maka, (lekaslah engkau) keluar (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu." (QS. Al-Qashash: 20)

Akhirnya Nabi Musa lari dan bertemu Nabi Syu'aib di Madyan, dan mendapatkan istri (putri Nabi Syu'aib) dan lain-lain. Itu berkahnya laki-laki yang menyembunyi-kan keimanannya. Oleh Nabi Syu'aib lalu diberi tongkat. Jadi Nabi Musa punya tongkat itu berkah dia jadi menantu Nabi Syu'aib.

Makanya kata Mbah Moen, banyak kiai Jawa yang besar karena menantu. Itu ketentuan Allah. La Poya bisa begitu besar berkah Kiai Mahrus dan Kiai Marzuki jadi menantu KH Abdul Karim. Pasuruan tambah berkah dengan adanya Kiai Hamid. Krapyak berkah karena Mbah Ali Ma'shum jadi menantu KH Munawwir. La ini ulama Nabi Muhammad itu ada tali pewaris para Nabi. Jadi bisa saja menantu yang membesarkan, bukan anak kandung, tapi menantu.

Karena Nabi Syu'aib itu jadi populer karena punya menantu Nabi Musa. Tong-kat Nabi Musa itu dari Nabi Syu'aib. Jadi, boleh saja tongkat diwariskan kepada menantu. Tapi kebanyakan orang itu hanya menceritakan dahsyatnya tongkat Nabi Musa. Tidak mau menceritakan bahwa asal usulnya ada keramat ilmu, yakni laki-laki yang menyembunyikan keimanan.

Perlu diketahui, bahwa Wali Songo juga sama. Wali Songo itu yang sering diceritakan orang hanya sisi karomah (keramat)-nya saja. Sebenarnya ada juga sisi ilmiahnya, yaitu Wali Songo tidak pernah menentang tradisi Jawa secara frontal. Jadi orang Jawa (yang belum Islam) mau melawan bagaimana? Wali Songo tidak berbuat apapun (tidak menentang dan mengusik tradisi Jawa), tapi dakwah mereka malah mengakomo-dir tradisi tersebut dengan menyisipkan nilai Islam di dalamnya. Sehingga akhir-nya lambat laun, mayoritas masyarakat Jawa bisa menerima Islam tanpa kehila-ngan jati diri dan tradisinya. Ada Candi Borobudur dan Prambanan juga dibiar-kan saja, tidak dihancurkan atau dibakar.

Jadi, orang yang akan memusuhi itu tidak tahu harus berbuat apa, karena Wali Songo tidak berbuat yang memicu per-mu-suhan. Karena orang bermusuhan itu harus ada pemicunya. Otomatis orang-orangnya juga santai. Ya sudah begitu, ada sisi ilmiahnya.

Bukan karena mentang-mentang punya tongkat, "Siapa yang berani kepadaku?” Tidak begitu. Para Wali Songo berdakwah dengan hikmah, teladan dan toleransi.

Makanya Mbah Moen sering bercerita, bahwa Nabi Muhammad SAW disambut di Yatsrib itu ada ceritanya, Bani Najjar itu akhwal (saudara dari pihak ibu)-nya Nabi, bukan orang lain.

Allah sudah mendesain begitu, Abdul Mutthalib menikahi perempuan dari Bani Najjar, lalu punya anak bernama Abdullah. Ketika hendak wafat kangen ingin bertemu Bani Najjar. Dalam kitab Al-Barzanji disebutkan:

وَكَانَ قَدِ اجْتَازَ بِأَخْوَالِهِ بَنِي عَدِيٍّ مِنَ الطَّائِفَةِ النَّجَّارِيَّةِ

"Pada waktu itu Abdullah dalam perjalanan menuju saudara-saudara ibunya Bani 'Adiy dari suku Najjar".

Andai Abdullah tidak ke sana, maka tidak akan tampak bahwa dirinya bagian dari keluarga besar Bani Najjar. Ketika wafat dan dimakamkan di sana, maka Nabi dan kaum Anshar ingat semua. Orang Madinah juga ingat semua, karena ada semacam petilasan.

Seperti saya dan keluarga Tuban. Kakek saya (Mbah Nursyam) dimakam-kan di Tuban. Sebagai pengingat bahwa saya ini keluarga Tuban. Buyutku dima-kamkan di Kudus. Sedangkan ayah kakekku dimakamkan di Lasem. Jadi petilasan itu penting.

Akhirnya ketika Nabi hijrah ke Madinah, beliau memilih Bani Najjar. Dari sekian orang yang menawarkan diri, beliau pilih Bani Najjar. Sebab merasa nyaman, karena ada ikatan keluarga. Jadi tidak hanya membahas keramat saja, namun juga sisi ilmiahnya. Orang akan merasa lebih nyaman kalau bersama leluhur atau keluarganya.

Makanya membahas keturunan itu penting, bukan untuk kesombongan tapi penting. Maksudnya akan jadi enak (nyaman). Misalkan saya ini putranya penghafal Al-Qur'an, kakek saya Mbah Nursyam juga ahli tirakat. Bukan karena untuk kesombongan, tapi menjadikan orang lebih mudah ikhlas dan motivasi untuk meneruskan kebaikan leluhurnya.

Jadi Nabi di Madinah tidak terjun bebas di tempat yang asing, tapi ke Bani Najjar yang merupakan leluhur ayah dan ibunya. Menjadi betul-betul ingat karena Abdullah menjelang wafatnya pergi ke Bani Najjar dan meninggal di sana.
Makanya Mbah Moen itu mengatakan agar jangan sampai kita meninggalkan Barzanji. Jadi kitab madaih (pujian) itu ada Barzanji, Diba', dan Simtudduror. Ketiganya saling melengkapi. Keutamaan Barzanji itu unsur tarikhnya kental (lengkap) sekali.

Akhwal itu keluarga dari ibu. Jadi, ibunya Sayyid Abdullah itu orang Bani Najjar. Jadi enak, saya merasakan sendiri. Saya jadi kiai di Tuban, orang sana tidak kaget karena kakek saya orang Tuban. Jadi kiai di Kudus, buyut saya orang Kudus. Jadi Kiai di Lasem, keluargaku banyak di Lasem. Kan kemudian jadi enak, daripada orang yang tidak jelas asal-usulnya.

Tapi kalau kemudian berbicara ilmiah, maka orang akan mempertanyakan otoritasnya pakai apa. Jadi, agama itu pasti ditolong oleh mukjizat dan juga ilmu. Semua itu hanya selipan, hakikatnya hanya Allah SWT yang punya skenarionya.

وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى

"Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah yang melempar." (QS. Al-Anfal: 17)

Tapi tetap ada ilmiahnya. Seperti Nabi, ketika beliau kontroversial kok tidak dibunuh, karena beliau cucu Abdul Muthalib (tokoh suku Quraisy), dilindungi juga oleh tokoh Abu Thalib, punya istri Khadijah (saudagar kaya yang dermawan). Jadi tidak boleh seorang Nabi berasal dari keluarga biasa, karena pasti menderita. Makanya:

مَا بَعَثَهُ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا فِي مَنَعَةٍ مِنْ قَوْمِهِ

"Allah tidak mengutus seseorang sebagai Nabi kecuali di hadapan (pemuka) kaumnya."

Sebab setiap Nabi pasti, artinya begini, orang tidak berani pada Nabi itu adakalanya karena mukjizat, karena hebatnya Rasulullah itu pasti, tapi juga ada unsur ilmiah, karena dari keluarga terpandang, Istri, ayah, dan paman-pamannya semuanya terpandang. Maka ketika sahabat disakiti mereka pun hijrah.
Lalu bagaimana dengan Nabi sendiri? "Kalau dengan saya, mereka tidak berani." Nabi memberi jawaban dengan santai. Beliau tidak berkata dibela oleh Jibril dan Mikail. Beliau mengatakan hukum sosial biasa, karena punya Abu Thalib dan Khadijah, saat mereka berdua masih hidup, atau keluarga besar, meskipun setelah mereka wafat.

Tidak bisa dunia ini meninggalkan unsur ilmiah. Lha, sekarang orang tidak suka ilmu. Lalu akhirnya mengatakan, Nabi punya haibah karena membaca ini dan ini. Saya tahu kelakuan orang-orang agar punya kewibawaan tinggi, yaitu sering membaca ayat:

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذُ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيْكَ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

Katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mengangkat seorang anak, tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan tidak memerlukan penolong dari kehinaan! Agungkanlah Dia setinggi-tingginya!" (QS. Al-Isra: 111).

Disarikan dari kajian dan ceraah Gus Baha ( Dino Turoichan )

Sumber : majalah Aulia edisi September 2024