Antara Panggilan Allah dan Perintah Kiai ?

Orang-orang yang baik (alim dan saleh), itu tidak bisa membayangkan jika hidup tanpa pernah sujud kepada Allah SWT. Bahkan hingga di surga pun mereka difirmankan:

دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Doa mereka di dalamnya adalah: 'Subhanakallahumma' (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami) penghormatan mereka di dalamnya adalah (ucapan) salam, dan doa penutup mereka adalah 'Alhamdu lillahi rabbil 'alamin' (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)." (QS. Yunus: 10).

Nanti ketika masuk surga mereka berkata:

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ ۖ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

"Mereka berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya dan mewariskan bumi (di akhirat) ini kepada kami sehingga dapat menempati surga sesuai dengan kehendak kami'." (Surga adalah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal (saleh)). (QS. Az-Zumar: 74).

Sebagian ayat lain menjelaskan:

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ ۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ

"Mereka berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.'" (QS. Fathir: 34).

penduduk surga ya tidak bisa kalau tidak istighfar kepada Allah. Walaupun mereka singgah dulu di neraka, tapi karena orang baik ya masih wiridan: Ya Hannan ya Mannan, karena ingat bahwa hanya Allah yang dibutuhkan seorang hamba. Sebab seburuk-buruk hamba adalah yang tidak ingat Allah SWT.

Maka azab paling tinggi adalah untuk orang yang lupa kepada Allah. Abul Qasim al-Junaidi mengungkapkan:

لَغَفْلَةُ أَشَدَّ مِنْ النَّار

"Lupa Allah itu azabnya lebih besar daripada masuk neraka."

Karena hisab penduduk neraka paling berat itu ketika dia tidak diindahkan bahkan dilupakan oleh Allah.

فَإِنَّهُمْ نُسُّوا كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ

"Maka, pada hari ini (kiamat), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan pertemuan hari ini dan karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami." (QS. Al-A'raf: 51).

نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۚ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik adalah orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 67).

Makanya, azab paling besar adalah kamu lupa Allah, hingga Allah enggan menyebut namamu di antara hamba-hamba-Nya. Makanya saya takut betul, jika sampai Allah tidak menyebut namaku di Arsy itu jadinya seperti apa? Terkatung-katung di alam akhirat, karena Pemilik langit dan bumi lupa dengan kita.

Maka pentingnya ngaji seperti ini. Entah kamu ngaji niat hiburan atau sumpek, pokoknya berkah ngaji itu namamu insyaallah tidak dilupakan oleh Allah SWT kelak di akhirat.

Makanya saya membayangkan akan ngaji kitab di sana (di akhirat), ya belajar pokoknya. Belajar, nanti-nanti mencari sanad, entah ada apa tidak ada? Lha wong namanya lagi tamasya, surga pasti penduduknya nanti pada asyik bersenggama dengan para bidadari. Tidak ada yang menampakkan diri. Lha iya, katanya kangen Allah, tapi kok saat dekat bisa berhari-hari, malah ditinggal asyik bersenggama dengan bidadari. Semoga Allah tidak marah dan dikeluarkan lagi dari surga. Hahaha.

Masuk surga kok sama pemiliknya gak pamit sama sekali, langsung saja berbaur dengan bidadari. "Masuk surga kok kok gak pamit sama sekali, keluar sana!" Hahaha.

عَجِبَ اللَّهُ مِنْ قَوْمٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ فِي السَّلَاسِلِ

"Allah merasa takjub kepada orang-orang yang masuk surga dalam (keadaan terbelenggu oleh) rintangan." (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).

Makanya saya minta sekarang kalau anda shalat Dzuhur, jangan sampai karena kewajiban, shalat Ashar juga jangan karena kewajiban, nanti kamu memang banget Allah. Itu yang dimaksud ayat berikut:

فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ

"Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam." (QS. Al-An'am: 125).

Tanda orang baik adalah setiap perintah Allah, berlapang dada, tidak menganggap perintah Allah adalah masalah. Karena jika menganggap masalah, maka sama saja ketika di dunia sebagai musuh yang kafir, lalu menjadi tawanan dan dibelenggu lalu masuk Islam. Jadi harus dilatih sedikit demi sedikit.

أَوْجَبَتْ عَلَيْكَ وُجُودَ جَنَّتِهِ وَمَا أَوْجَبَتْ عَلَيْكَ إِلَّا دُخُولَ جَنَّتِهِ

"'Allah mewajibkanmu berkhidmat (mengabdi) kepada-Nya, dan Dia tidak mewajibkan sesuatu kecuali masuk surga-Nya.' (Al-Hikam, Ibnu Athaillah)"

Jadi Allah itu baik sekali, Allah mewajibkanmu taat, padahal hikmah diwajibkan itu supaya kamu kelak bisa masuk surganya. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Hikam.

Jadi Allah mewajibkanmu mengerjakan shalat, zakat, berbuat baik ujung-ujungnya supaya kamu nanti pasti masuk surga. Jadi, kita harus yakin. Tapi ya kalau bisa niatnya jangan karena kewajiban, tapi karena kebutuhan atau rasa kangen (isyq) kita kepada Allah SWT.

Saya andaikan bukan seorang ulama, maka akan sering shalat qabliyah, ba'diyah, dan witir. Tapi masalahnya itu ada etisnya, jika perkara sunnah dilakukan terus-menerus, khawatir nanti bisa dianggap wajib.

Makanya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani yang terkenal sebagai Sulthanul auliya' berfatwa dalam kitab Al-Ghunyah. Ta'bir ini saya diperlihatkan Kiai Misbah Musthafa: Jika ada yang shalat Dhuha tiap hari, maka akan datang pahala-pahala Abdullah bin Mas'ud dan dimarahi, "Kamu itu menambah sunnah nabi? Shalat Dhuha itu sebulan sekali saja cukup!"

Itu yang cerita Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, orang yang begitu khusyuk tapi beliau seorang ulama. Kalau ada orang rutin shalat Dhuha itu akan didatangi oleh Abdullah bin Mas'ud, itu riwayat dalam kitab Al-Ghunyah. Kalau Ibnu Abbas, seminggu sekali saja, tidak boleh tiap hari. Karena khawatir, ibadah sunnah yang dikerjakan terus nanti malah justru jadi masalah (karena dianggap wajib).

Kalau mau shalat Dhuha ya sendiri saja. Kalau sekarang ada yang bodoh massal, hal sunnah tapi dilakukan berjamaah terus-menerus. Waduh membuat susah orang saja. Mau ditentang itu gimana, kiai kok menentang tahajud berjamaah? Jika tidak ditentang, padahal shalat tahajud itu shalat yang dianjurkan tidak dilakukan secara berjamaah.

Shalat itu kan ada dua jenis, ada yang disunnahkan berjamaah, dan ada yang tidak dianjurkan berjamaah. Dan tahajud itu kategori yang tidak disunnahkan berjamaah. Jadi serba repot. Nanti pas jalannya, jika tidak diajak berjamaah, jadi malas tahajud karena sendirian.

Sebagai ulama kita tahu, kalau tidak tahajud tidak apa-apa, karena memang tidak tak wajib. Tapi ada yang mengatakan itu membuat rezeki jadi lancar. Malah repot. Mau menentang ya tidak berani, karena saya juga suka ada orang yang sujud kepada Allah. Mendukung juga tak berani, karena memang tidak ada anjuran untuk tahajud berjamaah. Terus mau gimana lagi? Biarkan saja.

Menurut hukum, Allah yang ada dalam hadis shahih, bersenggama dengan istri itu ibadah, dan dengan melampiaskan syahwat birahimu engkau bisa mendapatkan pahala. Tapi misalkan di saat sedang bersenggama tengah malam ada pengumuman: "Tahajud akan dimulai." Wah ya repot, padahal kita yakin bersenggama sama istri itu juga ibadah. Tinggal pilih yang mana? Hehe.

Nanti misalnya lagi ada ibu yang menyusui anaknya malam hari, lalu ada gerakan tahajud berjamaah, masak harus ikut bangun tinggalin anaknya, padahal diantara yang membuat tidak turunnya azab adalah seorang ibu yang sedang menyusui anaknya.

Jadi dalam hadis qudsi disebutkan: "Kalau tiada para hamba Allah yang shalat, para bayi yang menyusui dan binatang yang merumput niscaya azab akan diturunkan dan orang-orang yang terkena azab itu akan dihancurkan." (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Allah melihat bumi yang semakin rusak itu ingin mengazab. Tapi kalau melihat anak-anak kecil yang sedang menyusu, melihat hewan-hewan yang tidak berdosa, melihat orang-orang yang sedang rukuk dan sujud, itu Allah tidak jadi menurunkan azab.

Termasuk yang membatalkan azab adalah anak-anak kecil yang sedang menyusu. Makanya Baginda Nabi SAW walau shalat fardhu, Jika mendengar tangisan anak kecil, maka dipercepat shalatnya, karena khawatir si ibu tergesa-gesa mau menyusui anaknya.

Saya sering dikritik orang, "Anda kok aneh Gus, diajak kebaikan (seperti tahajud berjamaah) kok enggan?" Ya lakukan sendiri saja, tidak usah mengajakku.

Tapi bagaimanapun, setiap ulama tetap punya keramat, ketika diadakan gerakan tahajud berjamaah ternyata tidak bertahan lama, dan ada saja yang berselisih, "Ada yang bilang Gus Baha itu tidak tahajud berjamaahnya ternyata baik-baik saja". Lucunya yang suka denganku, kok ada yang malah tidak tahajud sama sekali. Ya kan repot lagi. Allah Karim. Biarkan sajalah, kenyataannya juga masih pada hidup, yang terpenting masih mau rutin shalat fardhu lima waktu.

Tapi memang demikian, menghadapi masyarakat itu serba repot. Sekarang malah shalat khusyuk diperjual belikan, "Metode cara shalat khusyuk dan terapinya", tapi bukan khusyuk beneran, tapi justru fungsi shalat seperti senam yoga.

Disebutkan fungsi sujud itu begini, fungsi rukuk begini, nanti bisa melancarkan peredaran darah. Kata orang-orang alim, "Ini shalat apa terapi medis?" Lama-lama orang sujud bukan niat taat kepada Allah, melainkan untuk melancarkan urat syaraf.

Kalau begitu salahnya yang repot, mau tidak dijelaskan manfaat atau hikmah shalat, jangan-jangan memang diantara hikmah shalat adalah untuk kesehatan. Tapi kalau terlalu yakin, jangan-jangan nanti ada orang shalat tidak niat sujud kepada Allah, tapi hanya untuk melancarkan peredaran darah.

Akliah tiap orang bertanya padaku, "Gimana menurut anda, juga bingung, harus menjelaskan bagaimana? Maksudku, jika semua fungsi shalat itu diketahui semua, maka shalat seakan-akan seperti senam yoga. Semua ada fungsinya, yaitu manfaatnya untuk melancarkan peredaran darah. Tapi jika aku menganggap shalat tidak ada fungsi bagi kesehatan, ya juga keliru. Karena sesuatu yang dibuat Allah itu pasti bermanfaat bagi dunia maupun akhirat.

Jadi saya khawatir, jika semua fungsi gerakan shalat diketahui, nanti orang sujud lupa Allah tapi sadar akan fungsi sujud bagi kesehatan. Lama-lama nanti dihisab Allah di surga, "Cung, kamu shalat karena apa?" Alhamdulillah Gusti, setelah sujud peredaran darah saya jadi lancar. Kalau begitu, dia shalat bukan karena kangen atau sujud kepada Allah, malah tidak bernilai pahala. Maka disinilah pentingnya ngaji pada para ulama.

Ada hadis shahih yang menjelaskan bahwa yang berhak mengimami shalat suatu kaum adalah orang yang paling bagus bacaan Al-Qur'annya. Tapi ada tradisi di daerah pondokan yang pantas jadi imam adalah kiainya. Ada juga daerah abangan yang banyak orang fasik dan Islamnya baru masuk, yang jadi imam seandainya saja tapi jangan kamu, tunggu itu tidak sah.

Lha wong lagi latihan shalat, kok kamu anggap tidak sah. Itu kan repot. Makanya jangan terlalu fanatik, "Fatihahnya kurang benar, itu shalatnya tidak sah!" Lha wong emang lagi latihan shalat, kok langsung benar. Ya itu butuh proses dan pendampingan dari ulama.

Kalau di daerah Kragan itu fanatik makhraj, yang dipermasalahkan jika baca Al-Fatihah imam tidak benar, maka dianggap shalatnya tidak sah. Kalau di daerah Sedan itu fanatik fikih. Jadi Al-Fatihahnya kurang masalah, sah apa tidak itu, pakar. Sarungnya harus di atas pusar. Kalau di bawah pusar, lalu shalat pakai hem, itu tidak sah, karena nanti saat rukuk dan sujud jika dilihat dari samping pasti akan kelihatan kecuali pakai kaos dalam yang dapat menutupi pusarnya. Padahal kalau dipikir, memangnya yang mau melirik ke samping saat shalat itu siapa? Hahaha.

Jadi tiap daerah itu yang membuat dianggap tidak sah itu beraneka ragam. Kalau daerah fanatik fikih yang di permasalahkan adalah sarungan di bawah pusar. Makanya orang daerah sana itu pakai pakaian ketat dalam, atau pakai sarungnya harus tinggi di atas pusar, bahkan ada orang yang pakai sarung hampir di dada.

Kalau daerah Sidogiri, Pasuruan itu yang dipermasalahkan tentang akhlak dengan guru. Nomor satu itu guru, sampai ada pepatah, "Guru adalah Tuhan kedua", karena saking fanatiknya.

Diberitahu Allah dengan azan dan iqomat itu tidak manjur, tapi mendengar batuknya kiai langsung bergegas, kadang panggilan Allah dengan panggilan kiai, malah manjur panggilan kiai. Santri pacaran merasa biasa, jika tidak ketahuan kiainya. Kalau ketahuan kiainya takut, tapi kalau sama Allah yang Maha Melihat malah tidak takut.

Makanya sampai jadi guyonan: "Kiai Jawa Timur itu syirik, wibawanya kok seperti sama Tuhan." Karena tadi, masyarakat itu sama Allah tidak terlalu takut, tapi jika sama kiai takutnya bukan main.

Tapi ada kiai Jawa Timur yang mentakwil: "Karena kiai itu orang Gus, dan orang itu pasti tidak terlalu baik. Maksudmu gimana?" Kalau Allah kan Maha Baik, kalau kiai kan baiknya pas-pasan, makanya kalau kecewa marah, kalau Allah tidak, maksudnya begitu." Hahaha. Pintar juga ternyata ada yang mewakili demikian. Wallahu a'lam.

Disarikan dari kajian dan ceramah Gus Baha,
(Dino Turoichan)

Sumber : Majalah Aula edisi Januari 2025